I Raja-raja
19
Depresi
adalah gangguan
pada jiwa seseorang, yang mengakibatkan tekanan, kelesuan, kesedihan, dan
kemerosotan. Depresi termasuk dalam kategori masalah besar di dunia. Ia disebut
penyakit “Flu emosional”. Semua orang pada waktu tertentu bisa terkena depresi.
Orang-orang kudus sekalipun terkenal mengalami depresi, dan Elia hanyalah satu
contoh.
Alkitab
memberitahu kita bahwa Elia adalah nabi Allah yang luar biasa. Melaluinya Allah
telah melakukan banyak mujizat, kebangunan rohani, dan terobosan berkat atas
bangsanya. Tetapi ada satu orang yang tidak menyukai Elia. Ia adalah Izebel.
Setelah Elia melakukan sebuah mujizat yang besar, Ahab, suami Izebel
menceritakan kepada istrinya semua yang telah diperbuat oleh Elia. Izebel benci
Elia. Ia sangat marah dan menyuruh seorang utusan menyampaikan pesan kepada
Elia bahwa; “Beginilah kiranya para allah
menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu
ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu”
Maksud Izebel adalah: “Jika aku tidak membunuhmu dalam waktu 24 jam, aku siap
membunuh diriku sendiri”. Dan inilah Elia, yang tidak pernah merasa takut selama tiga
tahun, ketika seorang wanita mengacam nyawanya, ia menjadi takut, lalu lari ke
padang gurun, dan bersedih. Di bawah pepohonan, ia berdoa supaya ia mati. Elia
terkena depresi!. Alasan tertekannya jiwa Elia, dikarenakan cara berpikir yang
salah.
Mengapa
Elia begitu tertekan, sehingga tiba-tiba meminta agar lebih baik ia mati saja?
Karena ia memainkan permainan Empt mental.
Pertama; Ayat 3: “Maka takutlah ia, lalu bangkit dan
pergi menyelamatkan nyawanya”
Elia
tiba di bawah pohon Arar, dan berdoa: “Tuhan, sudahlah! Lebih baik aku mati
saja. Aku tidak mau lagi berusaha dengan ini. Aku muak dengan semua ini. Aku
berusaha menjadi hamba-Mu, tetapi tidak seorangpun melakukan yang benar. Aku
hanya menyia-nyiakan hidupku, aku gagal, sekarang aku menyerah”
Permainan
mental pertama. Yang mengusung Elia masuk dalam kekacauan ini adalah, Elia berfokus pada perasaan-perasaan, dan
bukan pada fakta.
Berfokus pada
perasaan-perasaan dan bukan pada fakta, selalu akan mengakibatkan depresi. Kita
berkonsentrasi pada bagaimana kita merasa, dan bukan pada kenyataan. Elia
merasa gagal, dan ingin mati saja, karena sebuah peristiwa yang membuatnya
takut. Mengapa ia lari? Karena ia merasa bahwa ia gagal, karena itu ia berpikir
ia telah gagal. Saya menyebut ini sebagai “Memberi alasan secara emosional” konsepnya
adalah “Aku merasakananya, jadi aku
yakin itu pasti benar” Dan ini menghancurkan siapapun.
Para musisi,
olahragawan, dan bintang-bintang film, sering berkata, setelah menyelesaikan
sebuah pertunjukan mereka merasa seakan-akan gagal. Namun mereka tahu, bahwa
mereka juga harus mengabaikan perasaan-perasaan tersebut. Perasaan tidak selalu
benar, perasaan bukan fakta.
Saat Anda
merasa Allah tidak Ada dengan Anda, itu tidak berarti Allah benar-benar sirna
dari jagat raya. Dia ada, bahkan disaat Anda menghianati-Nya. Dia hanya
memalingkan wajah-Nya dari Anda, tetapi Dia masih ada dengan Anda.
Perasaan
seringkali berdusta. Jadi jangan berfokus pada perasaan, tetapi pada fakta,
atau kebenaran. Saat Anda kurang
dalam suatu bidang, Anda tidak benar-benar gagal
menjadi suatu pribadi. Itulah sebabnya Yesus suka berkata: “Kamu akan tahu
kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yoh 8:32) Pikirkanlah
kebenaran, fakta, dan bukan perasaan. Saat Anda menyusuri suatu lorong
kegelapan dalam hidup, dan tiada seorangpun tahu, apa sesungguhnya yang sedang meletihkan anda, saat Air mata Anda
membanjiri pipi Anda, karena semua orang memalingkan wajahnya dari Anda,
berpeganglah pada kebenaran, fakta, dan jangan pada perasaan Anda.
Kedua, Ayat 4 “Cukuplah itu! sekarang ya Tuhan, ambilah nyawaku, sebab aku
tidak lebih baik, dari nenek moyangku”
Permainan
mental kedua yang dibuat oleh Elia, ialah, Karena
ia mulai membandingkan dirinya dengan orang lain.
Elia merasa
ia tidak lebih baik dari orang lain, sebab itu ia berpikir bahwa ia sama saja seperti
orang lain. Ini adalah kekeliruan. Allah menciptakan kita unik. Kita tidak
sama. Hanya Anda yang menjadi seperti Anda. Dan Allah menyukai itu.
Kebanyakan
dari kita telah jatuh ke dalam jebakan pikiran. Saat kita merasa tidak terlalu
baik dalam suatu bidang, kita tergoda untuk membandingkan diri kita dengan
orang lain. “Seandainya aku bisa seperti dia, aku akan bahagia”
Disaat Anda
mulai membandingkan diri Anda dengan orang lain, Anda sedang menginginkan
depresi. Alkitab berkata bahwa hal itu berbahaya, karena tidak bijak. “Memang kami tidak berani menggolongkan diri
kepada, atau membandingkan diri dengan orang-orang tertentu yang memuji diri
sendiri” (2 Kor 10:12a) Ketika kita
mulai membandingkan diri dengan
orang lain, kita cenderung mengkritik kekurangan-kekurangan kita, karena kelebihan-kelebihan orang lain.
Kita lupa bahwa orang-orang itu juga mempunyai bagian yang lemah, dimana kita
lebih kuat di dalamnya. Keluhan tidak membawa hasil, demikian juga dengan
kritikan. Hal itu hanya akan mendatangkan tekanan batin. Semakin Anda
mengkritik suatu kekurangan, semakin Anda kehilangan kekuatan. Anda menjadi
merosot, tak bergairah, dan kehilangan harapan.
Jangan
bandingkan diri Anda dengan orang lain. Ingatlah bahwa dalam suatu kekuatan,
selalu ada suatu kelemahan. Jika Anda selalu berusaha meniru orang lain, dan
“mencambuk” diri Anda untuk menjadi seperti mereka, Anda akan depresi."Tak perlu merasa dirimu kurang baik dari orang lain, karena bagi seseorang kamulah yang terbaik dari orang lain"
Ketiga, Ayat 10 “Aku bekerja
segiat-giatnya bagi Tuhan Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan
perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu, dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan
pedang”
Permainan
mental ketiga yang Elia lakukan adalah, Karena
ia ingin mengendalikan apa yang ada diluar kendalinya.
Elia menatap
Allah dan berkata: “Allah Engkau lihat, bahwa aku telah bekerja keras selama
tiga tahun, tetapi tetap saja mereka sedikitpun tidak lebih dekat dengan-Mu.
Aku sudah benar-benar berusaha, tetapi mereka tetap masih sama seperti
sebelumnya” Elia menyalahkan diri sendiri, karena hal yang sebenarnya bukan
tanggung jawabnya. Allah memilih Elia untuk menjadi penyambung lidah-Nya, menyampaikan
apa yang Allah ingin sampaikan, dan bukan untuk “Memproduksi” orang-orang yang
taat kepada Allah. Ini bagian Allah! Tugas Elia hanya menyampaikan, dan melakukan
apa yang Allah perintahkan, selanjutnya adalah bagian Allah. Mengubah
orang-orang menjadi lebih baik, bukanlah tanggung jawab kita. Itu kehendak
Allah, karya Allah, perbuatan Allah. Bagian kita hanyalah melakukan apa yang
Allah minta kita lakukan, dan menyampaikan apa yang Allah minta kita sampaikan.
Jika Anda
menolong orang lain, cepat atau lambat
Anda akan menyadari bahwa orang-orang tidak merespon seperti yang Anda
harapkan. Anda bangun pagi, dan masuk ke kamar doa untuk berdoa, dan Anda mengharapkan
seisi keluarga bangun tepat waktu untuk berdoa bersama. Namun mereka selalu
terbelakang, bahkan tidak terlibat. Anda tidak perlu merasa bersalah atau gagal
atas respon mereka. Ingatlah bahwa Allah telah memberikan kehendak bebas, dan
setiap orang berhak untuk mengambil sebuah keputusan, dan Anda tidak perlu
bertanggung jawab atas keputusan mereka. Jika Anda mengambil tanggung jawab yang
Allah tidak pernah maksudkan untuk kita, Anda akan depresi.
Salah satu
dusta iblis ialah mendorong mitos “Anda bertanggung jawab atas perubahan hidup
seseorang”. Allah bukan Anda, dan Anda bukan Allah. Sedetik sajapun, Allah
tidak akan mengijinkan Anda untuk menggantikan-Nya menjadi Allah. Lakukanlah
bagian Anda, dan jangan merasa bersalah atas apa yang diluar kendali Anda.
Keempat; Ayat 10b “Hanya aku seorang
dirilah yang masih hidup, dan mereka ingin mencabut nyawaku”
Permainan
mental keempat yang Elia lakukan ialah, Membesar-besarkan
sesuatu yang negatif.
Elia
memberitahu Allah bahwa, “Semua orang menentang aku, tidak ada lagi yang
sependapat dengan aku. Mereka yang mendukung aku telah terbunuh, dan sekarang
aku sebatang kara” Ia membesar-besarkan suatu kabar buruk. Tetapi faktanya,
tidak semua orang menentang dia. Hanya satu orang saja, yaitu Izebel. Dan apa
yang ia dengar hanyalah sebuah ancaman. Seandainya Elia memikirkan hal itu, dan
bukannya berfokus pada perasaannya, dengan segera ia akan menyadari bahwa,
Ezebel tidak benar-benar ingin membunuhnya. Benar Ratu itu mengirim seorang
utusan dengan pesan ancaman, tetapi jika Izebel benar-benar ingin membunuh
Elia, ia tidak akan mengirim peringatan, ia pasti mengirim seorang pembunuh.
Izebel membenci Elia, sebagian karena pengaruhnya yang besar. Adalah kebodohan
bagi ratu untuk membunuh Elia, karena peristiwa itu akan dianggap martir, dan
hal itu meningkatkan pengaruh Elia. Izebel cerdik, untuk menyingkirkan Elia. Ia
hanya ingin membuat Elia tampak seperti seorang pengecut di hadapan bangsa
Israel. Dengan demikian Elia dipermalukan, dan pengaruhnya memudar.
Tetapi
Elia membesar-besarkan hal ini. Ketika ia menerima pesan tersebut, Ia tidak
berhenti sejenak untuk mengevaluasi ancaman itu, ia langsung melarikan diri. Membesar-besarkan
sesuatu yang negatif, akan menjadikan kita tampak seperti seorang pengecut. Hal
itu akan menyebabkan tekanan, ketakutan, dan perasaan tak berguna. Saat Anda
dalam suatu masalah, tenangkan hati Anda, dan cobalah untuk mengevaluasi apa
tujuan dari masalah itu. Lihatlah segala sesuatu dari cara pandang yang benar,
jangan melebih-lebihkan suatu situasi. Ingatlah, bahwa seberat apapun masalah
yang Anda hadapi, Allah tidak mengharapkan Anda melarikan diri. Evaluasilah
masalah Anda, temukan kebenaran-kebenaran dari tujuan masalah tersebut, dan
ambilah sikap yang Allah harapkan Anda lakukan.
***
TUHAN YESUS MEMBERKATI
By: Ayub Melkior S.Th