18 Mei 2012

MENGATASI DEPRESI

I Raja-raja 19
Depresi adalah gangguan pada jiwa seseorang, yang mengakibatkan tekanan, kelesuan, kesedihan, dan kemerosotan. Depresi termasuk dalam kategori masalah besar di dunia. Ia disebut penyakit “Flu emosional”. Semua orang pada waktu tertentu bisa terkena depresi. Orang-orang kudus sekalipun terkenal mengalami depresi, dan Elia hanyalah satu contoh.

            Alkitab memberitahu kita bahwa Elia adalah nabi Allah yang luar biasa. Melaluinya Allah telah melakukan banyak mujizat, kebangunan rohani, dan terobosan berkat atas bangsanya. Tetapi ada satu orang yang tidak menyukai Elia. Ia adalah Izebel. Setelah Elia melakukan sebuah mujizat yang besar, Ahab, suami Izebel menceritakan kepada istrinya semua yang telah diperbuat oleh Elia. Izebel benci Elia. Ia sangat marah dan menyuruh seorang utusan menyampaikan pesan kepada Elia bahwa; “Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu” Maksud Izebel adalah: “Jika aku tidak membunuhmu dalam waktu 24 jam, aku siap membunuh diriku sendiri”. Dan inilah Elia,  yang tidak pernah merasa takut selama tiga tahun, ketika seorang wanita mengacam nyawanya, ia menjadi takut, lalu lari ke padang gurun, dan bersedih. Di bawah pepohonan, ia berdoa supaya ia mati. Elia terkena depresi!. Alasan tertekannya jiwa Elia, dikarenakan cara berpikir yang salah.

Mengapa Elia begitu tertekan, sehingga tiba-tiba meminta agar lebih baik ia mati saja? Karena ia memainkan permainan Empt mental.

Pertama; Ayat 3: “Maka takutlah ia, lalu bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya”

Elia tiba di bawah pohon Arar, dan berdoa: “Tuhan, sudahlah! Lebih baik aku mati saja. Aku tidak mau lagi berusaha dengan ini. Aku muak dengan semua ini. Aku berusaha menjadi hamba-Mu, tetapi tidak seorangpun melakukan yang benar. Aku hanya menyia-nyiakan hidupku, aku gagal, sekarang aku menyerah”
Permainan mental pertama. Yang mengusung Elia masuk dalam kekacauan ini adalah, Elia berfokus pada perasaan-perasaan, dan bukan pada fakta.

        Berfokus pada perasaan-perasaan dan bukan pada fakta, selalu akan mengakibatkan depresi. Kita berkonsentrasi pada bagaimana kita merasa, dan bukan pada kenyataan. Elia merasa gagal, dan ingin mati saja, karena sebuah peristiwa yang membuatnya takut. Mengapa ia lari? Karena ia merasa bahwa ia gagal, karena itu ia berpikir ia telah gagal. Saya menyebut ini sebagai “Memberi alasan secara emosional” konsepnya adalah “Aku merasakananya, jadi  aku yakin itu pasti benar” Dan ini menghancurkan siapapun.

        Para musisi, olahragawan, dan bintang-bintang film, sering berkata, setelah menyelesaikan sebuah pertunjukan mereka merasa seakan-akan gagal. Namun mereka tahu, bahwa mereka juga harus mengabaikan perasaan-perasaan tersebut. Perasaan tidak selalu benar, perasaan bukan fakta.
Saat Anda merasa Allah tidak Ada dengan Anda, itu tidak berarti Allah benar-benar sirna dari jagat raya. Dia ada, bahkan disaat Anda menghianati-Nya. Dia hanya memalingkan wajah-Nya dari Anda, tetapi Dia masih ada dengan Anda.
        Perasaan seringkali berdusta. Jadi jangan berfokus pada perasaan, tetapi pada fakta, atau kebenaran. Saat Anda kurang dalam suatu bidang, Anda tidak benar-benar gagal menjadi suatu pribadi. Itulah sebabnya Yesus suka berkata: “Kamu akan tahu kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yoh 8:32) Pikirkanlah kebenaran, fakta, dan bukan perasaan. Saat Anda menyusuri suatu lorong kegelapan dalam hidup, dan tiada seorangpun tahu, apa sesungguhnya yang sedang meletihkan anda, saat Air mata Anda membanjiri pipi Anda, karena semua orang memalingkan wajahnya dari Anda, berpeganglah pada kebenaran, fakta, dan jangan pada perasaan Anda.

Kedua,  Ayat 4 “Cukuplah itu! sekarang ya Tuhan, ambilah nyawaku, sebab aku tidak lebih baik, dari nenek moyangku
Permainan mental kedua yang dibuat oleh Elia, ialah, Karena ia mulai membandingkan dirinya dengan orang lain.

       Elia merasa ia tidak lebih baik dari orang lain, sebab itu ia berpikir bahwa ia sama saja seperti orang lain. Ini adalah kekeliruan. Allah menciptakan kita unik. Kita tidak sama. Hanya Anda yang menjadi seperti Anda. Dan Allah menyukai itu.
Kebanyakan dari kita telah jatuh ke dalam jebakan pikiran. Saat kita merasa tidak terlalu baik dalam suatu bidang, kita tergoda untuk membandingkan diri kita dengan orang lain. “Seandainya aku bisa seperti dia, aku akan bahagia”
Disaat Anda mulai membandingkan diri Anda dengan orang lain, Anda sedang menginginkan depresi. Alkitab berkata bahwa hal itu berbahaya, karena tidak bijak. “Memang kami tidak berani menggolongkan diri kepada, atau membandingkan diri dengan orang-orang tertentu yang memuji diri sendiri” (2 Kor 10:12a) Ketika kita  mulai  membandingkan diri dengan orang lain, kita cenderung mengkritik kekurangan-kekurangan kita, karena kelebihan-kelebihan orang lain. Kita lupa bahwa orang-orang itu juga mempunyai bagian yang lemah, dimana kita lebih kuat di dalamnya. Keluhan tidak membawa hasil, demikian juga dengan kritikan. Hal itu hanya akan mendatangkan tekanan batin. Semakin Anda mengkritik suatu kekurangan, semakin Anda kehilangan kekuatan. Anda menjadi merosot, tak bergairah, dan kehilangan harapan.
      Jangan bandingkan diri Anda dengan orang lain. Ingatlah bahwa dalam suatu kekuatan, selalu ada suatu kelemahan. Jika Anda selalu berusaha meniru orang lain, dan “mencambuk” diri Anda untuk menjadi seperti mereka, Anda akan depresi."Tak perlu merasa dirimu kurang baik dari orang lain, karena bagi seseorang kamulah yang terbaik dari orang lain"
Ketiga, Ayat 10 “Aku bekerja segiat-giatnya bagi Tuhan Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu, dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang”
Permainan mental ketiga yang Elia lakukan adalah, Karena ia ingin mengendalikan apa yang ada diluar kendalinya.

       Elia menatap Allah dan berkata: “Allah Engkau lihat, bahwa aku telah bekerja keras selama tiga tahun, tetapi tetap saja mereka sedikitpun tidak lebih dekat dengan-Mu. Aku sudah benar-benar berusaha, tetapi mereka tetap masih sama seperti sebelumnya” Elia menyalahkan diri sendiri, karena hal yang sebenarnya bukan tanggung jawabnya. Allah memilih Elia untuk menjadi penyambung lidah-Nya, menyampaikan apa yang Allah ingin sampaikan, dan bukan untuk “Memproduksi” orang-orang yang taat kepada Allah. Ini bagian Allah! Tugas Elia hanya menyampaikan, dan melakukan apa yang Allah perintahkan, selanjutnya adalah bagian Allah. Mengubah orang-orang menjadi lebih baik, bukanlah tanggung jawab kita. Itu kehendak Allah, karya Allah, perbuatan Allah. Bagian kita hanyalah melakukan apa yang Allah minta kita lakukan, dan menyampaikan apa yang Allah minta kita sampaikan.

        Jika Anda menolong orang lain, cepat atau  lambat Anda akan menyadari bahwa orang-orang tidak merespon seperti yang Anda harapkan. Anda bangun pagi, dan masuk ke kamar doa untuk berdoa, dan Anda mengharapkan seisi keluarga bangun tepat waktu untuk berdoa bersama. Namun mereka selalu terbelakang, bahkan tidak terlibat. Anda tidak perlu merasa bersalah atau gagal atas respon mereka. Ingatlah bahwa Allah telah memberikan kehendak bebas, dan setiap orang berhak untuk mengambil sebuah keputusan, dan Anda tidak perlu bertanggung jawab atas keputusan mereka. Jika Anda mengambil tanggung jawab yang Allah tidak pernah maksudkan untuk kita, Anda akan depresi.
Salah satu dusta iblis ialah mendorong mitos “Anda bertanggung jawab atas perubahan hidup seseorang”. Allah bukan Anda, dan Anda bukan Allah. Sedetik sajapun, Allah tidak akan mengijinkan Anda untuk menggantikan-Nya menjadi Allah. Lakukanlah bagian Anda, dan jangan merasa bersalah atas apa yang diluar kendali Anda.

Keempat; Ayat 10b “Hanya aku seorang dirilah yang masih hidup, dan mereka ingin mencabut nyawaku”
Permainan mental keempat yang Elia lakukan ialah, Membesar-besarkan sesuatu yang negatif.

        Elia memberitahu Allah bahwa, “Semua orang menentang aku, tidak ada lagi yang sependapat dengan aku. Mereka yang mendukung aku telah terbunuh, dan sekarang aku sebatang kara” Ia membesar-besarkan suatu kabar buruk. Tetapi faktanya, tidak semua orang menentang dia. Hanya satu orang saja, yaitu Izebel. Dan apa yang ia dengar hanyalah sebuah ancaman. Seandainya Elia memikirkan hal itu, dan bukannya berfokus pada perasaannya, dengan segera ia akan menyadari bahwa, Ezebel tidak benar-benar ingin membunuhnya. Benar Ratu itu mengirim seorang utusan dengan pesan ancaman, tetapi jika Izebel benar-benar ingin membunuh Elia, ia tidak akan mengirim peringatan, ia pasti mengirim seorang pembunuh. Izebel membenci Elia, sebagian karena pengaruhnya yang besar. Adalah kebodohan bagi ratu untuk membunuh Elia, karena peristiwa itu akan dianggap martir, dan hal itu meningkatkan pengaruh Elia. Izebel cerdik, untuk menyingkirkan Elia. Ia hanya ingin membuat Elia tampak seperti seorang pengecut di hadapan bangsa Israel. Dengan demikian Elia dipermalukan, dan pengaruhnya memudar.
      Tetapi Elia membesar-besarkan hal ini. Ketika ia menerima pesan tersebut, Ia tidak berhenti sejenak untuk mengevaluasi ancaman itu, ia langsung melarikan diri. Membesar-besarkan sesuatu yang negatif, akan menjadikan kita tampak seperti seorang pengecut. Hal itu akan menyebabkan tekanan, ketakutan, dan perasaan tak berguna. Saat Anda dalam suatu masalah, tenangkan hati Anda, dan cobalah untuk mengevaluasi apa tujuan dari masalah itu. Lihatlah segala sesuatu dari cara pandang yang benar, jangan melebih-lebihkan suatu situasi. Ingatlah, bahwa seberat apapun masalah yang Anda hadapi, Allah tidak mengharapkan Anda melarikan diri. Evaluasilah masalah Anda, temukan kebenaran-kebenaran dari tujuan masalah tersebut, dan ambilah sikap yang Allah harapkan Anda lakukan.

***
TUHAN YESUS MEMBERKATI
By: Ayub Melkior S.Th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar